Aming Coffee

Aming Coffee

Kepala Sekolah Gigih, Pejuang Pendidikan Puluhan Tahun di Dusun Terpencil


Sambas_Rambut putih dengan senyuman sumringah saat beliau menduduki kursi tamu yang telah dipersiapkan panitia. Abah, sapaan akrabnya. Sosok yang dikenal ramah, sangat menyayangi siswa-siswi seperti anaknya sendiri. Zar’in, S.Pd, SD, lahir di Penakalan ( 27/04/1964).  Seorang kepala Madrasah Ibtidaiyah Swasta Nurul Iman Kantan, Kec. Sejangkung, Kab. Sambas.

Berkecimpung dalam dunia pendidikan pada 02/02/1985, di SD 28 Transatai. Saat itu beliau menginjak usia 21 tahun. Pada 25 Desember 1985, Abah mendapatkan idaman hati dan memutuskan untuk menikah dengan Nurjannah, S.Pd, dan dimahligai tiga Orang anak yakni dua perempuan dan satu laki-laki.  Pada tahun 1992-1999 beliau pindah ke SD Sekanan  dan Abah melanjutkan mengajar ke SD 8 Penakalan (1999-2002).

Tak sampai disitu, dalam menapaki dunia pendidikan semangat mesti berkobar demi menyemai dedikasi masyarakat. Salah satunya anak-anak yang berada di Dusun terpencil seperti Kantan. Kawasan pesisir sungai merupakan salah satu lokasi yang saat itu belum memiliki jalan darat. Jadi, masyarakat setempat banyak menggunakan jalur air untuk pergi ke Kota semisalnya. 

Tahun 2002, lulusan sarjana UT ini, mulai pindah ke Mis. Nurul Iman Kantan dengan menetap di asrama milik sekolah kurang lebih berukuran 6×6 . Meskipun, tempat tinggal tak sebegitu besar dikarenakan banyak buku dan berkas-berkas sekolah membuat ruangan menjadi sempit. Namun, tetap saja kenyamanan terasa didalamnya, jikalau hati telah ikhlas berbagai ilmu untuk negeri. 

Tahun 2005 Zar’in diangkat menjadi Kamad (Kepala Madrasah) di Mis. Nurul Iman Kantan. Kurang lebih 22 tahun turut mencerdaskan anak bangsa. Rentang 38-60 tahun menjadi sorotan mendalam bagi pelajar dan masyarakat setempat seakan menjadi keluarga sudah dihati.  

Pendidik dengan tiga orang anak ini tentu tak lekang oleh waktu untuk dikenang. Berpisah bukan berarti tak bertemu selamanya. Namun, itulah awal pertemuan yang sejati. Dimana antara sesama insan saling menyapa dalam kerinduan sehingga memunculkan memori indah dikala dulu. Hingga, diantaranya saling tertawa bersama merajut cerita tentang kenangan-kenagan indah sewaktu bersekolah. Indah bukan. 

Mengingat masa jabatan telah usai, kini Abah izin berpisah untuk menapaki hidup baru. Bukan lagi sebagai Kepala Madrasah. Namun, tetap menjadi pengajar yang hakiki bagi anak didik ataupun masyarakat setempat.  Apalah arti status dan profesi jika tidak dibarengi dengan ibadah dan amalan yang faedah. Sebab, tak ada lagi yang hendak dikejar selain mengejar tempat yang kekal didalamnya. 

Tangisan tak terbendung saat ia maju kehadapan untuk menyampaikan beberapa pepatah kata untuk anak-anaknya. Menatap satu persatu anak, terkenang masa sewaktu mengajar. Meski dikala itu terdapat marah, bentakan, ketakutan. Tapi ingatlah, bahwa itu semua sebuah bentuk cinta dan sayang para guru kepada pelajarnya agar menjadi orang sukses dikemudian hari. 

Tak terasa Air mata berlinang hingga kata-kata yang keluar tidak bisa disebutkan. Hingga bisikan hati seolah merangkainya dan mengirim kepada siswa-siswi yang dicinta.

Oleh: Amalina
Penulis merupakan staf pengajar sekolah menengah pertama Mts Miftahul Ulum Kantan, Sambas. Dan murid dari Bapak Zar’in, S.Pd.SD. angkatan 2007-2008.



Posting Komentar

0 Komentar