Aming Coffee

Aming Coffee

Pelantikan PWNU Kalbar Bersamaan Harlah 95 Tahun PERTI, Komitmen Bangkitkan Ahlussunnah Wal Jamaah

Pelantikan PWNU Kalimantan Barat
KH. Yahya Cholil Staquf - Sutarmidji - KH. Syarif

Kubu Raya - Sebanyak ribuan warga lintas badan otonom organisasi Nahdlatul Ulama (NU) Kalimantan Barat memadati Aula Qubu Resort, menghadiri pelantikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Kalbar, Jumat 5 Mei 2023, periode 2022-2027, yakni Ketua Tanfidziyah KH. Syarif dan Rais Syuriyah, KH Ismail Ghofur.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf, Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf dan Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif Ghofur turut serta dalam pengukuhan pengurus dan menegaskan kembali terkait ikhtiar bersama membangun NKRI serta menjaga tradisi keilmuan Ahlussunnah Wal Jamaah. Berkenaan hal tersebut, diperlukan peningkatan infrastruktur guna memperkuat proses pergerakan NU di Bumi Khatulistiwa.

"Kalau dalam jangka satu tahun belum juga selesai pembangunan Gedung Sekretariat PWNU di Pontianak, saya akan ambil tindakan tegas dengan menerbitkan Surat Peringatan", lugas Gus Yahya disambut tepuk tangan hadirin. 

Gubernur Kalbar Sutarmidji pun terlihat antuias dalam event 5 tahunan ini dan siap membantu memonitor jalannya pendirian Kantor di Jalan Pulau We hingga tuntas.

"Untuk mendukung dakwah Nahdhatul Ulama di tempat kita, saya selaku Pemerintah berjanji mengawal konstruksi Gedung Sekretariat PWNU", ungkapnya.

Secara kebetulan, momen sakral diatas bertepatan Jelang 100 tahun usia Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti). Baik NU maupun Perti, sejatinya saat ini menghadapi sejumlah tantangan global. Kian terbukanya informasi, memunculkan ragam pemikiran maupun corak keagamaan, tak menampik masuknya agenda kepentingan transnasional yang mencederai keislaman dan kebangsaan. Untuk itu, eksistensi kedua organisasi menjadi amat penting, menggenggam istilah, “Mambangkik Batang Tarandam” atau membangkitkan kembali kehormatan yang telah lama terpendam karena suatu keadaan.  

Dalam Muktamar Perti ke XVII di Gedung Akademi Maritim Sapta Samudra, Kelurahan Lubuk Minturun Kecamatan Kototangah, Kota Padang tahun 2021, Zulkarnaini Kamsya terpilih jadi Ketua Umum DPP Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), berlangsung dari 14-16 Januari, dihadiri perwakilan 19 provinsi di Indonesia. Zulkarnaini menegaskan, DPP Perti akan berfokus kepada tiga poin utama organisasi yaitu Dakwah, Pendidikan dan Sosial. Kemudian ditahun 2022, Ketua Umum PERTI hasil Muktamar terpilih adalah HM Syarfi Hutauruk.

“Selanjutnya bagaimana kita menata kembali proses administrasi Perti. Dalam kondisi saat ini memang agak berat untuk menggembangkan. Tentunya ini adalah sebuah tantangan yang harus segera dibereskan oleh Perti jika ingin terus berkembang,” ungkapnya. 

Sementara itu, Sekjen Perti terpilih Undrizon mengatakan, akan disusun program jangka menengah dan jangka panjang untuk kemajuan Perti di Indonesia.

“Kita mewacanakan kembali ke khittahnya Perti sebagai organisasi Islam Alhlussunnah wal jamaah, menegakkan amal maruf nahi mungkar menuju Islam rahmatal lil alamin disela isu-isu radikalisme organisasi islam yang hadir,” ucap Undrizon, sebagaimana dilansir jawapos (17/1/22).

Urgensi moderasi beragama yang diusung Perti, idealnya bertujuan memantapkan nilai-nilai toleransi guna menjawab tantangan sosial dimana hidup yang penuh dengan data atau informasi, dihadapkan pada pilihan yang sulit diera post-truth, menyebabkan degradasi dan runtuhnya nilai rasa sosial-kemanusiaan. Hemat Penulis, bukan tak mungkin jika sebuah organisasi besar dengan massa yang banyak, dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggungjawab, lalu membawa visi-misi lain diluar ketetapan bersama. Sejauh pengalaman, satu diantara kelompok berbahaya dan dikenal kerap melakukan sabotase ialah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

Sejak dibubarkannya kelompok Neo-Khawarij tersebut tahun 2017 lalu oleh Pemerintah Republik Indonesia, aliran politik transnasional yang dinahkodai oleh Ismail Yusanto menjelma menjadi OTB (Organisasi Tanpa Bentuk). Meski telah mendapat pembatasan dalam melancarkan pahamnya, ruang mereka masih terasa kental bahkan dapat dikatakan sangat bebas, khususnya di dunia maya.

Beberapa waktu terakhir, Penulis mengamati salah satu diantara dedengkot HTI berinisial MJP sangat gencar mempropagandakan pemberontakan terhadap negara melalui laman facebook pribadinya, terutama apa yang ia posting kemarin (3/4/2023) tentang tuduhannya terhadap fenomena radikalisme. 

“Masih jualan radikal-radikul. Di negara mbahnya dan jagoannya demokrasi saja sudah pada sadar mereka cuma dibohongi sama dewan, bangkir, dan oligarki”, ketusnya dalam video yang ia unggah terkait peristiwa demonstrasi di Amerika Serikat.

Postingan tersebut tercatat hingga pukul 11.51 WIB ketika tulisan ini dibuat, mendapat respon 22.481 like, 73 komentar dan 11.030 kali dibagikan oleh netizen. Diantara pendapat publik yang Penulis soroti, baik pro maupun kontra adalah:

“Dinegara wakanda korupsi dan oligarki merajalela dan berkuasa yang dijadikan kambing hitam radikal dan khilafah”, celetuk akun bernama Muhammad Kholil.

Menegaskan pernyataan pedas diatas, akun dengan identitas Hendra Hadwan Hermansyah, berujar lebih keras, “yang jualan radikal radikul cuma golongan kaum goblok pemuja setan”.

Namun disisi lain terdapat sebagian masyarakat medsos yang terlihat mengerti akan duduk persoalan, misalnya saudara Lee:

“Ya bedalah kasusnya. Amerika dengan penuh kebohongan menghancurkan banyak negara dimulai dengan Vietnam. Radikal radikul apa tujuannya? tahun 70-an sudah ngebom Candi Borobudur, tahun 80-an membajak Garuda, berlanjut Bom Bali 1,2, Marriott, Atrium, Thamrin, dll., semua yang mati bangsa sendiri.”

Pernyataan Lee didukung oleh akun bernama Sumadi Ajah, “Kelompok radikal itu bikinan Amerika Serikat, yang tergiur berangkat ke Suriah, berawal dari kelompok-kelompok yang saling menyesatkan”. 

Terlepas dari perbedaan pandangan, Penulis hendak memfokuskan pada sosok Influencer MJP, siapa dia dan apakah benar terinflitrasi klan ekstrimis HTI atau tidak. Satu-satunya sumber primer yang Penulis temukan ialah postingan pribadinya pada 10 Mei 2017, disitu secara tidak langsung ia mengakui posisinya sebagai aktivis gerakan intoleran. 

“Buat teman-teman baik muslim maupun bukan muslim, baik pendukung Ahok atau bukan, yang pengen mengenal lebih jauh tentang HTI, silahkan bisa hubungi kami langsung. Saya seneng anda perhatian sama HTI sampai sedikit keliru tentang HTI, untuk itu supaya enggak berasumsi yang tidak baik silahkan hubungi saya untuk diskusi mengenai hal-hal yang teman ingin ketahui. Terima kasih”, serunya.

Penulis tidak bermaksud menggugat pilihan yang bersangkutan terlibat dalam kegiatan makar, sebab itu merupakan hak pribadi, tentunya dialah penanggung resiko utama atas setiap langkah geraknya. Namun dari salahsatu sumber terpercaya, terungkap bahwa dirinya menyusup ke organisasi berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah asal Sumatera Barat yaitu Perti, dan ini sudah semestinya mendapat perhatian serius.

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) sejatinya telah berusia 95 tahun. Berdiri tanggal 5 Mei 1928 di Candung, Kabupaten Agam, Bukittinggi, Minangkabau, Sumatera Barat dan telah melahirkan ulama kharismatik pejuang NKRI, yang paling masyhur ialah Syaikh Sulaiman Arrasuli, terbukti berhasil mengembangkan misi Tribakti: Dakwah, Pendidikan, dan Amal Sosial. 

Lebih lanjut, mengutip Perti.or.id, meskipun dalam 1 dekade terakhir seiring dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang ditimpa kemalangan, disebabkan berbagai dinamika masalah kehidupan secara nasional, NKRI tetap berkomitmen kuat dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara yang sesungguhnya memiliki adab luhur, visioner, adanya legasi nilai perjuangan kemerdekaan berdiri sebagai negara hukum, bhineka tunggal ika, berideologi Pancasila dan UUD 45.

Jika melihat sejarah dan misi yang diusung Perti maka patron organisasi secara otomatis tidak berasal dari luar teritori Indonesia melainkan lahir dari rahim Ibu Pertiwi sendiri. Dengan kata lain, jelas bertentangan atas apa yang dibawa MJP dan afiliasinya, yakni golongan radikal atau dalam konteks era modern disebut Khawarij Gaya Baru. 

Menurut Harun Nasution (1998), ciri-ciri Khawarij dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mudah mengkafirkan orang diluar golongannya sekalipun sesama muslim.
2. Merasa paling benar sendiri sementara yang diamalkan golongan Islam lain salah.
3. Orang–orang Islam telah tersesat dan kafir perlu dibawa kembali kepada ajaran yang mereka pahami tentang Islam.
4. Disebabkan pemerintahan dan ulama yang tidak sejalan dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri.
5. Bersikap fanatik dalam paham bahkan tak segan melakukan tindak kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan-tujuan kelompoknya.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa HTI termasuk kedalam poin kedua dan keempat. Alasannya mereka memposisikan diri sebagai oposisi tulen pemerintah (siapapun pimpinannya) dan Alim Ulama, kemudian bercita-cita menghancurkan kesepakatan yang telah dibangun seluruh elemen bangsa. Oleh karena itu, MJP Sang Promotor HTI, merangsek masuk ke struktural Perti sangatlah berbenturan, baik dari segi ideologi, paham keagamaan, hingga visi dan misi.

Dalam menjalankan roda organisasi, Perti terus berproses melangkah maju mengiringi dua ormas besar di Nusantara, yakni NU dan Muhammadiyah, berkomitmen mengampanyekan pemikiran Islam Wasathiyah, sejurus mengedepankan pemahaman Asya’irah-Al-Maturidiyah. Terkait ibadah mengikuti mazhab, tasawuf berpandu kepada Imam Al-Ghazali, disamping mengamalkan tarekat. 

Seperti diketahui, MJP menempati jabatan strategis Dewan Fatwa Pusat (DFP) Perti sebagai Wakil Sekretaris, bertitel depan Drs. dan MBA diakhir gelarnya. Hemat Penulis, dikhwatirkan aktivis khilafah tahririyah tersebut mengusung ide bersumber kepentingan politik transnasional yang berpotensi mencederai nama baik jam’iyah kedepannya, misalnya doktrin SKS: Syariah dan Khilafah (sesuai tafsir kaumnya), Syarikah (HTI), menggiring masyarakat bergabung pada aktivitas sabotase negara, lalu mendeklarasikan Amir Kelompoknya (Atha Abu Rasytah) sebagai calon khalifah tunggal yang tidak jelas keberadaan maupun sanad keilmuannya, dan notabene telah mengklaim diri tidak menganut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah, yang jika dibiarkan leluasa apalagi sampai menjadi Pemimpin, maka bukan tak mungkin Jam'iyah Perti dan NU akan digerogoti dari dalam.


Posting Komentar

0 Komentar