Sambas - Maraknya kasus pembulian dijenjang sekolah menengah, memicu ironi baru dalam dunia pendidikan. Tak lagi memandang apakah berlatarbelakang umum ataukah berbasis keagamaan. Permasalahan ini mendapat sorotan khusus M. Syarif, Waka Kesiswaan MTs. Miftahul Ulum Kantan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, (05/8/23).
Tak pelak, lembaga tempatnya mengabdi pun turut didera persoalan serupa, bahkan pernah menyebabkan sebagian kecil diantara siswanya 'terpaksa' putus sekolah. Karena itulah dilakukannya pencerahan terkait tindakan penindasan bertujuan agar anak didik memahami akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tidak terpuji tersebut.
"Bullying tergolong perbuatan tercela, sebab berpotensi membuat rasa tidak nyaman hingga menimbulkan sakit hati dan benci. " tegas Syarif.
Dia pun mengaku tidak mengerti mengapa yang kerap menjadi bahan candaan itu adalah menglok-olok nama orangtua secara kasar. Padahal, baik Ayah maupun Ibu sejatinya telah bersusah payah, bekerja keras siang dan malam, demi pendidikan layak bagi anaknya. Namun yang terjadi di sekolah, sebagian anak mereka tidak serius belajar, justru malah melakukan tindakan perundungan.
Hemat Penulis, tatkala ikut mengawasi Peserta Didik, para korban umumnya anak berkarakter introvert (suka menyendiri), pendiam, dan tidak memiliki kemampuan membalas atas apa yang menimpanya. Arti kata anak lugu alias pasif menjadi sasaran empuk kebandelan teman-temannya. Ini tentu bukan kabar baik.
Berkaca data 2 tahun lalu, Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat selama tahun 2021 menerima 294 pengaduan pelanggaran hak anak. Kasus perlindungan anak baik pengaduan yang masuk maupun pemantauan atau non pengaduan yang tertinggi klaster pertama yaitu Anak Berhadapan dengan Hukum dengan jenis kasus kejahatan seksual sebanyak 71 kasus, Trafficking dan Eksploitasi dengan jenis kasus anak sebagai korban yaitu trafficking dan prostitusi online sebanyak 69 kasus, Hak Sipil dan Partisipasi dengan jenis kasus pernikahan usia anak sebanyak 52 kasus, Anak berhadapan dengan hukum dengan jenis kasus anak sebagai korban kekerasan fisik sebanyak 28 kasus, Keluarga dan Pengasuhan Alternatif dengan jenis kasus anak sebagai korban perebutan hak asuh sebanyak 22 kasus.
Selanjutnya, Anak berhadapan dengan hukum dengan jenis kasus anak sebagai korban kekerasan fisik sebanyak 28 kasus, Keluarga dan Pengasuhan Alternatif dengan jenis kasus anak sebagai korban perebutan hak asuh sebanyak 22 kasus. Jika dirinci per Kabupaten/Kota, didapati Kubu Raya 74 kasus, Sambas menempati urutan kedua dengan 29 kasus, Bengkayang 11 kasus, Singkawang 9 kasus.
Oleh karena itu, tugas berat 'menghantui' Tenaga Pendidik, bukan hanya perkara mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan bagaimana membina moralitas murid, baik tingkat dasar, menengah pertama, hingga menengah keatas. Tentu PR bersama ini tidak boleh hanya dibebankan kepada Guru saja, akan tetapi tergantung juga pola asih, asah, asuh orangtua di rumah yang merupakan pondasi utama, agar dimasa mendatang tidak ada lagi aksi bullying antar sesama generasi penerus bangsa.
Penulis : Amalina
Editor : Tim Redaksi
0 Komentar