Muktamar Internasional Fikih Peradaban Tolak Khilafah Non-Otoritatif |
Sidoarjo - Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang dibacakan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dan Yenny Wahid dalam acara Resepsi Satu Abad NU di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023), mengungkapkan posisi Nahdlatul Ulama (NU) dengan tegas menolak pendirian negara khilafah dan mendukung persatuan seluruh umat beragama di dunia.
Hal ini disebabkan, Konsep Negara Khilafah yang kerap digaungkan kelompok ekstrimis, berandil kepada ketidakstabilan dan merusak interaksi sosial, bahkan menciptakan konflik kekerasan.
NU mengambil kesimpulan, kemaslahatan umat baik muslim maupun non-muslim dapat diwujudkan dengan mengakui persaudaraan seluruh manusia anak cucu adam.
“Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa tradisi fikih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat", tuturnya.
Cita-cita mendirikan kembali negara khilafah bisa menyatukan umat Islam sedunia tentu mulia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan non-muslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai sebuah aspirasi. Sebab itu, NU mendukung Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sejak awal dimaksudkan untuk mengakhiri perang maupun aksi-aksi destruktif, menuju upaya bersama melahirkan tatanan dunia yang adil dan harmonis, dilandasi penghargaan atas hak-hak kesetaraan martabat setiap umat manusia.
Merespon hal tersebut, seorang Kiyai Muda Alumni Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Gus Tsabit Abi Fadhil, melalui cuitannya di facebook, memberikan komentar santai terkait aspek kepemimpinan Islam yang ditolak oleh NU.
"NU itu menolak Khilafah, tetapi insyaAllah akan menerima Khilafahnya Imam Mahdi."
Postingan itupun mendapat 645 like dan 182 interaksi pro-kontra. Sembari bercanda, Pengusaha Maduna melanjutkan diksinya, "yang ditolak oleh NU adalah Khilafahnya imam mukidi, imam paidi, imam tumidi, imam suparji, apalagi imam arroji."
Sebagai bukti nyata hadirnya ISIS, justru dampaknya memberikan kekacauan, berlawanan dengan Maqoshid Syari'ah (hakekat hukum Islam): menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta. Alih-laih mempersatukan Kaum Muslim, propaganda akal-akalan khilafah menjadi variabel dari ketidakstabilan kontruksi sosial-politik, hingga berujung runtuhnya sistem negara bangsa serta menyebabkan kemiskinan dan kemunduran, seperti Suriah, Afghanistan, Irak, Libya, dll., buah dari kampanye Imam Mahdi Palsu, tidak otoritatif.
"Sambil nunggu Imam Mahdi, tetap setia pada NKRI", kata Gus Tsabit menutup statusnya. (dn)
*Berbagai sumber
*Image source: Bhinneka One
0 Komentar