Aming Coffee

Aming Coffee

Generasi Muda Seperti Apa dan Generasi Islam yang Bagaimana?

Bangun Pemuda Tangguh, Ceria, dan Tidak Malas Berpikir

Pontianak - Awal tahun baru 2023, jagad linimasa cukup ramai tagar “Selamatkan Generasi dengan Islam” dan “Generasi Muda Pimpin perubahan”. Penulis memantau sejumlah akun yang diduga kuat menjadi sumber arus geraknya, seperti Muslimah News Com dan Tintasiyasi.com, bergulir lancar terutama menggunakan platform twitter. Terdapat sisi positif maupun negatif jika disimak secara bersama-sama. Misalnya bagaimana peran pemuda sebagai agen perubahan, tentu perlu lantang melawan segala bentuk ketidakadilan, kemiskinan, maraknya korupsi, persoalan pendidikan, kesehatan dan lain-lain. 

Namun narasi lanjutan yang dibangun ialah, “Khilafah Menjaga Peran Pemuda sebagai Agen Perubahan”, ini merupakan bentuk framing seakan peduli urusan masyarakat, sementara disisi lain menyimpan agenda titipan. Sebab ketika setiap problem jawabannya adalah Khilafah (yang hanya berdasarkan tafsiran kelompoknya), bukan malah mencetak generasi pejuang negara, justru kontraproduktif, membuat mereka jadi semakin malas berpikir. Indoktrinasi semacam itu tak ubahnya candu dalam narkoba.

Bisa dicek, berangkat dari kasus narkoba yang mengalami tren buruk, terlebih sejak pandemi Covid-19 melanda. Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) Irjen. Kenedy memastikan ada persentase kenaikan pengguna narkoba di Indonesia.

"Untuk 2022 ini prevalensi naik, dimasa pandemi justru naik, di 2019 prevalensinya yang pengguna 1 tahun 1,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia berdasarkan prevalensi. Nah 2022, naik jadi 1,95 persen, memang naiknya 0,15 persen, tapi ini ada angka kenaikan," kata Kenedy (republikamerdeka.com).

Hal serupa terjadi tatkala sekelompok pengendali anak muda yang mengatasnamakan ajaran surga, overdosis dalam memahami syariat sehingga akrab disebut radikalisme. Tak kalah dengan pengguna obat-obatan terlarang, menurut Leebarty Taskarina dalam buku Perempuan dan Terorisme: Kisah Perempuan dalam Kejahatan Terorisme (2018), radikalisme terdiri atas dua kata, yakni ‘radikal’ dan ‘isme’. Kata ‘radikal’ bisa dimaknai sebagai ekstrem dan fanatik. Sedangkan kata ‘isme’ merujuk pada suatu paham atau ideologi. (kompas.com).

Apalagi belum lama ini terjadi atraksi bom bunuh diri, di Polsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, yang menewaskan 1 anggota polri dan 10 orang lainnya mengalami luka-luka. Adapun laporan Global Terrorism Index (GTI) 2022 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ke-24 dari daftar negara paling terdampak terorisme. Skor indeks terorisme global 2022 Indonesia tercatat memiliki skor 5,5 poin.


Ajaran agama yang dikodifikasi sedemikian rupa demi melanggengkan ideologi transnasional, memicu disintegrasi bangsa berupa disharmonisasi dan ketidaknyamanan dalam interaksi sosial, dikarenakan pihak lain akan merasa terancam, kendati pun baru sebatas pikiran. Sejauh pengalaman, penulis menerima laporan masyarakat yang mengaku resah ketika dikirimi aktivis pemuda garis keras (terafiliasi HTI) buletin propaganda, narasi-narasi provokatif yang jauh dari sarat ilmiah.

“Kami tidak setuju dan sebetulnya tidak suka dengan teman-teman Eks. HTI dalam aksinya melawan Negara, sering share Buletin Kaffah via WhatsApp. Sama sekali tak memberikan pertambahan wawasan keislaman, kecuali memupuk amarah dan rasa curiga yang melampaui batas.”, ungkap seorang warga. Pola dakwah seperti ini bertentangan dengan ilmu dan kaidah kenabian, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 

"Seorang muslim itu adalah orang yang manusia lainnya merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya dan orang mukmin adalah orang yang manusia lainnya merasa aman atas darah (jiwa) dan harta mereka." (H.R An-Nasa’i)

Wahai manusia, jauhilah oleh kalian sikap terlalu berlebih-lebihan (melampaui batas) dalam beragama.! Karena sesungguhnya (hal) yang menghancurkan umat sebelum kalian adalah lantaran sikap terlalu berlebih-lebihan dalam beragama. (H.R. Ibnu Majah dari Sayyidina Ibnu Abbas)

Dengan demikian, setelah membaca fakta diatas, idealnya generasi muda seperti apa dan generasi islam bagaimana yang sejatinya diharapkan? Jawabannya sudah bisa diterka sendiri: berlepas diri dari dua kutub ekstrim, “narkoba dan radikalisme”. Kemudian menjadi generasi Islam yang toleran, terbuka dengan siapa saja, terlibat aktif dalam program “Moderasi Beragama”, untuk memahami persoalan yang dihadapi tiap-tiap keimanan, bukan menukar iman, bukan mengglorifikasi teori konspirasi tanpa tahu realita sebenarnya. Tak hanya sebatas pintar mengadopsi dalil untuk melakukan pemberontakan, melainkan mengemban tugas yang jauh lebih berat, yaitu menjalankan amanat umat tengahan (wasathiyah), berlandaskan prinsip-prinsip Qur’ani: 

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian bisa menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. (QS. Al-Baqarah :143)

Perintah Allah SWT dalam Surah al-Baqarah diatas, jelas peran Kaum Muslim selayaknya umat pertengahan, saksi untuk umat-umat yang lain, juru damai diantara mereka. Melalui penanaman nilai-nilai keilahiyahan ini, Generasi Muda dan Generasi Islam akan bisa bersikap adil, santun, serta menghargai antar sesama, disamping tetap mengekspresikan sikap kritis yang konstruktif, tidak berdasarkan nalar kebencian. (Amel)

Editor: Danyputra



Posting Komentar

0 Komentar